Source: ANTARA |
KEDIRITERKINI.ID-Kepiting sering kali menjadi bagian dari kuliner seafood yang digemari masyarakat. Namun, banyak umat Muslim yang masih meragukan kehalalannya, terutama karena ada anggapan bahwa kepiting hidup di dua alam, yaitu darat dan laut. Hal ini membuat banyak orang mempertanyakan, apakah konsumsi kepiting sesuai dengan syariat Islam?
Untuk menjawab keraguan tersebut, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) telah melakukan kajian mendalam mengenai hukum mengonsumsi kepiting. Kajian ini dilansir dari laman resmi MUI, yang juga mengacu pada pendapat ahli biologi kelautan, Dr. Sulistiono, dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB). Dalam makalahnya yang berjudul *Eko-Biologi Kepiting Bakau*, Dr. Sulistiono menjadi salah satu rujukan penting dalam diskusi ini.
Hasil kajian menunjukkan bahwa jenis kepiting yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia tidak hidup di dua habitat berbeda. Menurut Komisi Fatwa MUI, kepiting hanya hidup di perairan, baik itu laut maupun air tawar. Kepiting memiliki ciri fisik yang menegaskan bahwa mereka bernapas menggunakan insang dan sepenuhnya bergantung pada lingkungan perairan, termasuk dalam proses bertelur dan mendapatkan oksigen yang dibutuhkan.
Dengan penjelasan tersebut, MUI menyatakan bahwa mengonsumsi kepiting hukumnya halal. Komisi Fatwa menegaskan, selama kepiting tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan tubuh, maka tidak ada larangan untuk mengonsumsinya.
Namun, dalam masyarakat juga ada kekeliruan terkait istilah kepiting yang dianggap haram karena hidup di dua habitat. Hewan yang dimaksud adalah sarathan, bukan kepiting bakau (Scylla) yang umum dijadikan komoditas kuliner. Sarathan adalah hewan yang mirip secara fisik dengan kepiting, tetapi secara biologis berbeda. Sarathan dapat hidup di dua habitat, yaitu darat dan air. Daging sarathan dianggap tidak layak dikonsumsi karena dinilai kotor dan bisa menyebabkan keracunan. Oleh karena itu, mengonsumsi sarathan diharamkan, sebagaimana dijelaskan dalam pandangan keilmuan yang dilansir oleh NU Online.
Dengan demikian, umat Muslim yang gemar mengonsumsi kepiting tidak perlu khawatir, asalkan jenis kepiting yang dikonsumsi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh MUI.