Gpr9BSriGpO6TfC8TSr7GSGlBA==

Pacuan Kuda Tradisional Dompu Dikritik, Pemda Siapkan Aturan Lindungi Joki Cilik

Pacuan Kuda Tradisional Dompu Dikritik, Pemda Siapkan Aturan Lindungi Joki Cilik
Ilustrasi. Joki cilik pacuan kuda. (Dok. Istimewa)

KEDIRITERKINI.ID - Kabupaten Dompu di Nusa Tenggara Barat dikenal dengan salah satu warisan budayanya yang unik, yaitu olahraga pacuan kuda tradisional.

Menariknya, dalam kegiatan yang sarat adu nyali ini, para joki yang mengendarai kuda justru adalah anak-anak kecil atau joki cilik.

Olahraga ini bukan hanya hiburan semata, tetapi sudah menjadi bagian dari identitas budaya daerah yang dijuluki "Ngahi Rawi Pahu" tersebut, dan sudah berlangsung sejak era kesultanan.

Namun di balik kemegahan tradisi ini, kini muncul sorotan tajam dari berbagai pihak, khususnya dari komunitas pecinta anak dan Lembaga Perlindungan Anak di Dompu.

Menanggapi polemik yang berkembang, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Dompu kini tengah menyusun regulasi khusus guna melindungi keselamatan dan hak-hak anak yang menjadi joki.

“Untuk tahap awal, kami sudah merancang draft Peraturan Bupati (Perbup), dan mudah-mudahan nantinya bisa menjadi perda,” ujar Kepala DP3A Kabupaten Dompu, Abdul Syahid, Kamis (15/5/2025).

Menurut Syahid, Perbup yang tengah disiapkan akan menekankan perlindungan anak secara menyeluruh, terutama terkait pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) lengkap saat anak menjadi joki. Tak hanya soal keselamatan fisik, aspek kesehatan mental anak juga masuk dalam perhatian.

Regulasi ini dirancang untuk menjamin bahwa sebelum turun ke lintasan pacuan, setiap joki cilik harus melewati pemeriksaan kesehatan menyeluruh.

Selain itu, anak-anak juga akan diberikan edukasi terkait keselamatan dan pentingnya menjaga hak mereka, termasuk hak atas pendidikan.

“Setiap event, kami selalu turun ke lapangan, untuk mengajak anak-anak itu bermain,” tambah Syahid, menegaskan bahwa pendekatan yang dilakukan tidak hanya formal, tapi juga edukatif dan humanis.

Regulasi juga akan mewajibkan pemilik kuda untuk menyediakan APD lengkap bagi para joki cilik. Bila kewajiban ini tidak dipenuhi, panitia penyelenggara pacuan kuda akan memberikan sanksi berupa diskualifikasi.

Lebih lanjut, Syahid menambahkan bahwa pihak penyelenggara dari Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Kabupaten Dompu juga memiliki standar ketat terhadap siapa saja yang bisa menjadi joki. Salah satunya adalah batas usia minimal 10 tahun.

“Di bawah umur tersebut, Pordasi tidak akan menurunkannya menjadi joki cilik,” tegas Syahid.

Tragedi yang melibatkan seorang joki cilik berusia 7 tahun yang meninggal dunia beberapa waktu lalu menjadi pemicu semakin kuatnya dorongan untuk menghadirkan perlindungan hukum.

Meski kejadian tersebut berlangsung saat latihan, bukan saat kompetisi resmi, hal ini cukup menjadi tamparan bagi pemerintah dan masyarakat.

Regulasi yang tengah dirancang diharapkan mampu menjadi titik awal perubahan dalam pengelolaan pacuan kuda tradisional agar tetap lestari, namun tidak mengorbankan keselamatan dan masa depan anak-anak.

Pemkab Dompu kini berada di persimpangan antara menjaga warisan budaya dan menegakkan hak-hak anak. Jika regulasi ini benar-benar diterapkan dan diawasi dengan serius, maka tradisi pacuan kuda Dompu bisa terus dilestarikan tanpa harus mengorbankan keselamatan generasi penerus.

kuda5000

Ketik kata kunci lalu Enter

close